Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia kelas 10 SMA/SMK/MA)

Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia kelas 10 SMA/SMK/MA)

Pada pertengahan abad ke-8 di Jawa bagian tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum dapat dipastikan. Ada yang menyebutkan pusat kerajaan di Medang dan terletak di Poh Pitu. Sementara itu letak Poh Pitu sampai sekarang belum jelas. Keberadaan lokasi kerajaan itu dapat diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungaisungai. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu; di sebelah timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada, misalnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu sampai sekitar Prambanan. 

Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dapat digunakan sumber yang berupa prasasti. Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan Kerajaan Mataram Kuno di antaranya Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung. Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno juga berasal dari berita Cina.

Perkembangan Pemerintahan 

Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di Jawa sudah berkuasa seorang raja bernama Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.

Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu). Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal dari Sriwijaya dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam hal ini Dapunta Syailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa.

Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717 - 780 M. Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri. Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.

Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan memiliki pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh karena itu, di bawah pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan menjadi aman dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting adalah pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui kemaharajaan Sanna.

Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778, Raja Panangkaran telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan bangunan tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga menerangkan bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah timur.

Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra.

Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan dan arca Manjusri.

Setelah kekuasaan Penangkaran berakhir, timbul persoalan dalam keluarga Syailendra, karena adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).Hal ini menimbulkan perpecahan di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu  pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa bagian utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian selatan. Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunanbangunan candi di Jawa bagian utara. Misalnya, candi-candi kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan kompleks Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai namanama tokoh wayang seperti Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.

Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngawen, Mendut, Pawon dan Borobudur. Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.

Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga itu akhirnya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M. Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.

Candi Borobudur Mahakarya Dynasti Syailendra

Pada awal abad ke-21, kita sering mendengarkan dan membicarakan tentang kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi. Setidaknya hal itu sudah dialami oleh bangsa kita sejak abad ke-8, atau bahkan jauh ke masa lampau. Bukti nyata dari itu adalah Candi Borobudur, yang kemudian dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, pada tahun 1991

Candi Borobudur didirikan oleh Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada abad ke-9. Candi itu terletak di antara dua bukit, tepatnya di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Candi Borobudur yang terletak pada satu garis lurus dengan Candi Pawon dan Candi Mendut dipandang sebagai satu kesatuan. Letak candi seperti ini sesuai dengan aturan yang disebut dalam kitab-kitab pedoman para seniman agama di India. kitab itu disebut dengan Vastusastra. Suatu kitab yang menjelaskan tentang bangunan suci agama Hindu. Namun demikian, aturan-aturannya juga digunakan sebagai desain bangunan suci agama Buddha. 

Borobudur merupakan karya yang unik. Susunan Candi Borobudur berbeda dengan susunan candi di India. Pada umumnya susunan candi di India berdiri di atas fondasi yang tertanam di dalam tanah. Fondasi tersebut berdenah dengan jari-jari delapan. Di titik tengah terdapat tiang yang dibuat tembus ke atas permukaan tanah, dan diteruskan menjadi tongkat dengan payung. Candi Borobudur didirikan langsung di atas bukit tanpa fondasi yang ditanam di dalam tanah seperti yang terdapat di India. Dilihat dari susunannya, Candi Borobudur merupakan sebuah teras-stupa. Kaki stupa berbentuk undak teras persegi, disusul teras mengalir yang dihiasi stupa. Susunan candi ini memperlihatkan kuatnya pengaruh kebudayaan Jawa pada abad ke-8.  

Bangunan ini dinamai Bhumisambharabhudara yang artinya adalah bukit peningkatan kebijakan setelah melampaui sepuluh tingkat Boddhisattwa. Borobudur sendiri terdiri dari sepuluh tingkatan, yang dapat dipahami sebagai lambang ke-10, jalan Boddhisattwa. Candi itu berbentuk bujur sangkar, dengan ukuran 123 m x 123 m di bagian kakinya. Bentuk bangunan seperti itu dapat ditafsirkan sebagai bentuk mandala. Tinggi Candi Borobudur adalah 35,4 m. Secara vertikal Candi Borobudur terdiri dari dua pola, yaitu pola undak-undak persegi dan pola bangun vertikal. Karena bentuknya itulah Candi Borobudur dapat dipahami sebagai sebuah stupa yang besar. 

Dalam agama Buddha stupa merupakan perwujudan dari makrokosmos yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu kamadatu, rupadatu, dan arupadatu. Kamadatu merupakan alam bawah, bagian ini berada di bagian bawah Candi Borobudur. Pada kamadatu terdapat relief karmawibangga, yaitu suatu hukum sebab akibat,  yang merupakan hasil perbuatan manusia. Arupadatu adalah alam atas, yaitu tempat para dewa. Bagian ini berada pada tingkat ketiga, termasuk stupa induk berada di atas rupadatu. Cara membaca relief pada dinding Candi Barobudur searah dengan jarum jam. Sebagai candi pemujaan, Borobudur mempunyai hubungan dengan Candi Mendut dan Candi Pawon. Ketiga candi itu menunjukkan proses suatu ritual keagamaan. Mula-mula ritual keagamaan dilakukan di Candi Mendut. Kemudian dilakukan persiapan di Candi Pawon dan puncak ritual keagamaan dilakukan di Candi Borobudur.

Dari arca dan relief yang terdapat pada dinding dan pagar candi menunjukkan bahwa Candi Borobudur sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana. Dari arca dan relief itu juga dapat dilihat adanya penyatuan ajaran Mahayana dan Tantrayana, sesuai filsafat Yogacara. Dalam relief itu tergambar tentang kehidupan sehari-hari di Jawa, seperti cara berpakaian, rumah tinggal, candi, alat berburu, alat-alat keperluan sehari-hari, serta jenis-jenis tanaman.

Dalam Kitab Sang Hyang Kamahayanikan Mantranaya, pada abad ke-10, Mpu Sindok dari Dinasti Isana menyebarkan ajaran dari India, yaitu agama Buddha. Ajaran itu disebarkan di Jawa dan disesuaikan dengan pengetahuan penduduk pada saat itu. Lebih jauh lagi hasil pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk bangunan candi oleh penduduk Jawa, bukan oleh penduduk India. Candi itu kemudian digunakan sebagai sarana ibadah mereka. Bukti itu ditunjukkan dengan tidak adanya Kampung Keling yang berada di sekitar Candi Borobudur. Bukti lainnya itu ditemukannya tulisan yang memakai huruf Jawa kuno, dengan bahasa Sanskerta, dengan tidak menggunakan tata bahasa Sanskerta.

Setelah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa menunjukkan sikap menentang terhadap Pikatan. Kemudian terjadi perang perebutan kekuasaan antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa membuat benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan Prambanan. Benteng ini sekarang kira kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambah luas. Kehidupan agama berkembang pesat tahun 856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja yang terbesar. Ia memerintah pada tahun 898 - 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidangbidang politik, pemerintahan, ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun Candi Prambanan sebagai candi yang anggun dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.

Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa setelah Balitung adalah Daksa, Tulodong, dan Wawa. Beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya bencana alam dan ancaman dari musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.


********
Pesona Legenda Candi Prambanan

Lara Jonggrang adalah seorang putri semata wayang Raja Boko, Penguasa Kerajaan Medang Kamuan. Karena kecantikannya, seorang pangeran bernama Bandung Bondowoso berniat menyuntingnya sebagai istri. Raja Boko mengabulkan permintaan Bandung Bondowoso, bila pangeran itu dapat mengalahkannya.  Bandung Bondowoso ternyata dapat mengalahkan Raja Boko. Namun Lara Jonggrang tidak mau dipersunting oleh pembunuh ayahnya, ia pun tidak berani untuk menolak. Lara Jonggrang pun memberikan syarat pada Bandung untuk membuat seribu candi lengkap dengan arcanya dalam waktu semalam. 

Bandung Bandowoso dengan dibantu sepasukan jin, hampir dapat meyelesaikan permintaan Lara Jonggrang. Saat mendengar suara kokok ayam bersautan dan melihat  langit di ufuk timur memerah, para jin itu melarikan diri sebelum pekerjaannya selesai. Melihat tipu daya Lara Jonggrong, Bandung Bondowoso mengutuknya  menjadi arca batu yang ke seribu untuk melengkapi jumlah keseluruhan arca.

Tentu kamu pernah mendengar cerita rakyat yang menceritakan tentang asal mula Candi Prambanan itu. Cerita itu hingga kini masih berkembang di daerah sekitar Prambanan.  Lara Jonggrang sering kali diwujudkan sebagai arca Durga Mahisasuramawardini yang berada di bilik utara Candi Siwa. Lara Jonggrang secara harfiah diartikan sebagai seorang gadis cantik semampai. Pada kompleks percandian,sosok Lara Jonggrang diwujudkan pada bangunan  paling tinggi dari keseluruhan Candi Prambanan. Dari kondisi itu kita dapat menafsirkan, bahwa legenda Bandung Bondowo itu muncul sebagai cerita rakyat penduduk Prambanan saat Candi Siwa masih berdiri kokoh. Jadi Candi Prambanan merupakan sebuah karya monumen kejayaan Mataram Kuno yang berdiri tinggi tegak di dataran Prambanan yang subur. Kawasan Candi Prambanan sejak tahun 1991 ditetapkan sebagai situs cagar budaya dunia oleh UNESCO. Bagi bangsa Indonesia pengakuan itu sangat membanggakan.   

Candi Prambanan dibangun pada abad ke-9 Masehi atas perintah raja, pada masa puncak kejayaan Dinasti Sanjaya. Pada masa itulah ia mendirikan Candi Prambanan menurut model candicandi Syailendra. Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan. Candi itu pertama ditemukan oleh Calons pada tahun 1733 M. Bangunan candi itu dibangun untuk sebuah dharma bagi agama Hindu. Candi Prambanan merupakan bangunan suci agama Hindu  yang ditujukan untuk memperkuat keberadaan agama itu di wilayah selatan Jawa. Candi itu dibangun atas perintah Raja Rakai Pikatan. Kompleks Prambanan terdiri atas Candi Siwa, Candi Hamsa, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Garuda dan dua buah Candi Apit yang semuanya berada di halaman pertama. Delapan candi penjaga arah mata angin dan kurang lebih 200 candi perwara yang mengelilingi inti pusat.

Candi utama adalah Candi Siwa dengan empat ruangan. Ruang utama berisi patung Siwa sebagai mahadewa. Di sebelah utara terdapat Lara Jonggrang atau Siwa sebagai Durga Mahesasuramardin. Bagian timur terdapat patung Ganesa. Pada dinding Candi Siwa itu terdapat relief Ramayana, yang berisi tentang titisan Wisnu hingga Rama menyeberang ke lautan. Cara membaca relief pada candi itu searah dengan jarum jam. Candi itu digunakan hanya sebagai tempat pemujaan.

Candi kedua yang terbesar adalah Candi Brahma. Dalam candi ini terdapat patung Brahma. Juga terdapat relief yang menggambarkan epik Ramayana. Pada bagian ini menceritakan tentang Rama menyerang Alengka dan Sinta membakar diri, atau dikenal dengan cerita “pati obong”. Candi ketiga adalah Candi Wisnu yang terdapat arca Wisnu di dalamnya. Dalam dinding candi ini terdapat relief yang menceritakan tentang Kernayana. Candi Prambanan merupakan candi termegah pada saat itu, kemegahannya tersohor hingga sampai ke Asia Tenggara.

Candi Sewu yang berada di sekeliling Candi Prambanan mempunyai latar belakang agama Buddha. Hal itu dilihat dari arsitektur bentuk candi yang bentuk seperti stupa daripada Candi Prambanan. Di samping bentuknya juga dicirikan dengan puncak candi yang berbentuk stupa. Puncak candi itu merupakan satu di antara lambang dari agama Buddha.

Candi itu kurang lebih terdiri dari 240 bangunan. Bangunan candi sendiri dibangun dalam areal seluas kurang lebih 49.284 m. Candi itu diresmikan oleh Rakai Kayuwangi, pada tahun 778 Saka (856 Masehi). Dalam Prasasti Siwagraha tertuliskan tentang pembuatan Candi Prambanan. Candi dan gapuranya dikerjakan oleh beratusratus pekerja. 

Dari segi arsitektur bangunan, Candi Prambanan dan Candi Sewu masih menampakkan ciri-ciri arsitektur Buddhis. Teknik pembangunan candi itu dengan menggunakan ikatan pada setiap bata-batanya. Keistimewaan bangunan itu terletak pada bentuk candi yang menjulang tinggi pada tanah datar. Candi Prambanan merupakan candi tertinggi dengan bentuk menara. Candi Prambanan berada dalam kawasan yang memiliki kepadatan bangunan candi yang beragam. Khususnya pada bagian sisi timur Kali Opak, terdapat Candi Bubrah, Lumbung, dan Sewu. Keempat candi besar yang berderat itu memiliki kesatuan mandala. Kedekatan letak Candi Prambanan dengan candi-candi agama Buddha menunjukkan adanya toleransi antara penduduk yang beragama Hindu dengan penduduk yang beragama Buddha pada masa Mataram Kuno itu.


********

Kekuasaan Dinasti Isyana

Pertentangan di antara keluarga Mataram, tampaknya terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 M. Pertikaian yang tidak pernah berhenti menyebabkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyanawangsa. Di samping karena pertentangan keluarga, pemindahan pusat kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Berdasarkan prasasti, pusat pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperkirakan dekat Jombang, sebab di Jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang. Daerah kekuasaannya meliputi Jawa  bagian timur, Jawa bagian tengah, dan Bali.

Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya bernama Sri Isyanatunggawijaya. Ia naik takhta dan kawin dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang bernama Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik takhta menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa Tguh yang memeluk agama Hindu aliran Waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk menyadur kitab Mahabarata dalam bahasa Jawa Kuno. Setelah Dharmawangsa Tguh turun takhtah ia digantikan oleh Raja Airlangga, yang saat itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa menyebabkan Airlangga berkelana ke hutan. Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama Hindu dan Buddha sebagai raja. Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka berbeda aliran dan keyakinan, penduduk Mataram Kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.

Setelah dinobatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh Jawa Timur. Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.

Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu hidup sebagai pertapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra). Menjelang akhir pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaanya pada putrinya Sangrama Wijaya TunggaDewi. Namun, putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.

Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan. Kerajaan itu adalah Kediri dan Janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir. Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang bernama Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana). Wilayahnya meliputi daerah sekitar Surabaya sampai Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Kerajaan Kediri di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa) dengan ibu kota di Kediri (Daha), meliputi daerah sekitar Kediri dan Madiun. 

Kerajaan Kediri adalah kerajaan pertama yang mempunyai sistem administrasi kewilayahan negara berjenjang. Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling bawah dikenal dengan thani (desa). Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan.  Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling tinggi yaitu negara atau kerajaan yang disebut dengan bhumi.

Selengkapnya tentang Sejarah Indonesia kelas 10 "Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha" bacalah tautan-tautan berikut ini:

1. Kerajaan Kutai

2. Kerajaan Tarumanegara

3. Kerajaan Kalingga

4. Kerajaan Sriwijaya

5. Kerajaan Mataram Kuno

6. Kerajaan Kediri

7. Kerajaan Singasari

8. Kerajaan Majapahit

9. Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali

10. Kerajaan Tulang Bawang


11. Kerajaan Kota Kapur

Posting Komentar untuk "Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia kelas 10 SMA/SMK/MA)"

close